Menganalisis isi, struktur, dan kebahasaan
dalam Teks Ceramah
Bacalah contoh teks ceramah berikut ini!
Saudara-saudara
yang baik hati, suatu ketika saya melihat beberapa orang siswa asyik berjalan
di depan sebuah kelas dengan langkahnya yang cukup membuat orang di
sekitarnya merasa bising. Terdengar percakapan di antara mereka yang
kira-kira begini, “Punya gua kering
hilang.” Terdengar pula sahutan salah seorang mereka, “Lho, kalau punya gua,
sama elu kemanain?”
Tak
menyangka, salah seorang siswa di samping saya juga memperhatikan percakapan
mereka. Ia kemudian nyeletuk, “Gua
apa: Gua Selarong atau Gua Jepang?” Beberapa siswa yang mendengarnya tertawa
kecil. Di antara mereka ada yang berbisik, “Serasa di Terminal Kampung
Rambutan, ye....”
Peristiwa
tersebut menggambarkan bahwa ada dua kelompok siswa yang memiliki sikap
berbahasa yang berbeda di sekolah tersebut. Kelompok pertama adalah mereka
yang kurang memiliki kepedulian terhadap penggunaan bahada yang baik dan
benar. Hal ini tampak pada ragam bahasa yang mereka gunakan yang menurut
sindiran siswa kelompok keua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan. Bahasanya
orang-orang Betawi.
Dari
komentar-komentarnya, kelompok siswa edua memiliki sikap kritis terhadap
kaidah kebahasaan temannya. Mereka mengetahui makan gua yang benar dalam bahasa Indonesia adalah ‘Lubang besar pada
kaki gurung’. Dengan makna tersebut, kaat gua
seharusnya ditujukan untuk penyebutan nama tempat, seperti Gua Selarong, Gua Jepang, dan
seterusnya, bukan kata ganti orang (persona).
Sangat
beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli terdap
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, padahal kebanyakan sekolah,
penggunaan bahasa para siswanya cenderung lebih tidak terkontrol. Yang
dominan adalah ragam bahasa pasar atau bahasa gaul. Yang banyak terdengar
adalah pilihan kata elu-gua.
Bapak-bapak
dan Ibu-ibu, prasangka saya waktu itu bukannya tidak memahami akan perlunya
ketertiban berbahasa di lingkungan sekolah. Saya berkeyakinan bahwa doktrin
tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan benar” telah mereka peroleh
jauh-jauh sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka SD. Saya melihat
ketidakberesan mereka berbahasa, antara lain, disebabkan oleh
kekurangwibawaan bahasa Indonesia itu sendiri di mata mereka.
Ragam
bahas Indonesia ragam baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan dengan
bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing., baik itu dalam pergaulan
ataupun ketika mereka sudah masuk dunia kerja. Tuntutan kehidupan modern
telah membelokkan apresiasi para siswa itu terhadap bahanya sendiri. Bahasa
asing berkesan lebih bergengsi. Pelajaran bahasa Indonesia tak jarang
ditanggapi dengan sikap sinis. Mereka merasa lebih asyik dengan mengikuti
pelajaran bahas Inggris atau mata kuliah lainnya.
Dalam
kehidupan masyarakat umum pun, kinerja bahasa Indonesia memang menunjukkan
kondisi yang semakin tidak menggembirakan. Setelah Badan Bahasa tidak lagi
menunjukkan peran aktifnya, bahasa Indonesia menunjukkan perkembangan ironis.
Bahasa Indonesia digunakan seenaknya sendiri; tidak hanya oleh kalangan
terpelajar, tetapi juga oleh para pejabat .
Seorang
pejabat negara berkata daam wawancara di televisi, “Content undang-undang tersebut nggak begitu kok. Ada
dua item yang harus kita perhatikan
di dalamnya.” Pejabat tersebut tampaknya merasa dirinya lebih hebat dengan
menggunakan kata content daripada isi atau kata item daripada kata bagian atau
hal.
Penggunaan
bahas yang acak-acakan juga banyakdipelopori oleh kalangan pebisnis. Badan
usaha, pemilik toko, dan pemasang iklan kian pandai menggunakan bahasa asing.
Seorang penguasaha salon lebih merasa bergaya dengan nama usahanya dengan
berlabel Susi Salon daripada Salon Susi atau pengusaha kue lebih
percaya diri dengan tokonya yang bernama Lutfia
Cake daripada Toko Roti Lutfia.
Akan merasa aneh terdengarnya apabila PT Jasa Marga ikut-ikutan menamai
jalan-jalan di Bandung dan di kota-kota lainya, misalnya menjadi Sudirman Jalan, Kartini Jalan,
Soekarno-Hatta Jalan.
Hadirin
yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan hebatnyasebagai “tulang
punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut dengan
kebiasaan seperti itu. Para siswa justru harus menunjukkan kelas tersendiri
dalam hal berbahasa.
Intensitas
para siswa dalam memahami lietarstur-literatur sesungguhnya merupakan sarana
efektif dalam engakrabi ragam bahas baku. Dar literatur-literatur tersebut
mereka dapat mencontoh tentang cara berpikir, berasa, dan berkomunikasi
dengan bahasa yang lebih logis dan tertata.
Namun,
lain lagi ceritanya kalau yang dikonsumsi itu berupa majalah hiburan yang
penuh dengan gosip. Forum gaulnya berupa komunitas dugem; literatur utamanya koran-koran kuning, jadinay ya..., gitu deh.... Ragam bahasa elu-gue, oh yes... oh no... yang bisa
jadi akan lebih banyak mewarnai.
Dikutip dari Buku Paket Bahasa Indonesia
SMA/MA/SMK/MAK Kelass XI
|
A. Struktur Teks Ceramah
1. Pembuka
Berupa
pengenaan isu, masalah, ataupun pandangan pembicara tentang topik yang akan
dibahanya. Bagian ini sama dengan isi dalam teks eksposisi, yang disebut dengan
isu.
2. Isi
Berupa
argume pembicara barkaitan dengan pendahuluan atau tesis. Pada bagian ini
dikemukakan pula sejumlah fakta yang memperkuat argumen-argumen pembicara.
3. Penutup
Berupa
penegasan kembali atas pertanyaan-pertanyaan sebelumnya.
Contoh analisis
struktur teks
a. Pendahuluan
Saudara-saudara
yang baik hati, suatu ketika saya melihat beberapa orang siswa asyik berjalan
di depan sebuah kelas dengan langkahnya yang cukup membuat orang di
sekitarnya merasa bising. Terdengar percakapan di antara mereka yang
kira-kira begini, “Punya gua kering
hilang.” Terdengar pula sahutan salah seorang mereka, “Lho, kalau punya gua,
sama elu kemanain?”
Tak
menyangka, salah seorang siswa disamping saya juga memperhatikan percakapan
mereka. Ia kemudian nyeletuk, “Gua
apa: Gua Selarong atau Gua Jepang?”
Beberapa
siswa yang mendengarnya tertawa kecil. Di antara mereka ada yang berbisik,
“Serasa di Terminal Kampung Rambutan, ye....”
Peristiwa
tersebut menggambarkan bahwa ada dua kelompok siswa yang memiliki sikap berbahasa
yang berbeda di sekolah tersebut. Kelompok pertama adalah mereka yang kurang
memiliki kepedulian terhadap penggunaan bahasa yang baik dan benar. Hal ini
tampak pada ragam bahasa yang mereka gunakan yang menurut sindiran siswa
kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan. Bahasanya orang-orang
Betawi.
Dari
komentar-komentarnya, kelompok siswa kedua memiliki sikap kritis terhadap
kaidah kebahasaan temannya. Mereka mengetahui makna kata gua yang benar dalam bahasa Indonesia adalah ‘Lubang besar pada
kaki gurung’. Dengan makna tersebut, kata gua
seharusnya ditujukan untuk penyebutan nama tempat, seperti Gua Selarong, Gua Jepang, dan
seterusnya, bukan kata ganti orang (persona).
Sangat
beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli
terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, padahal kebanyakan
sekolah, penggunaan bahasa para siswanya cenderung lebih tidak terkontrol.
Yang dominan adalah ragam bahasa pasar atau bahasa gaul. Yang banyak
terdengar adalah pilihan kata elu-gua.
|
Bagian
terebut mengenalkan permasalahan utama (tesis), yakni tentang pengunaan ragam
bahasa Indonesia di kalangan pelajar.
b. Isi (Rangkian Argumen)
Bapak-bapak
dan Ibu-ibu, prasangka saya waktu itu bukannya tidak memahami akan perlunya
ketertiban berbahasa di lingkungan sekolah. Saya berkeyakinan bahwa doktrin
tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan benar” telah mereka peroleh
jauh-jauh sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka SD. Saya melihat
ketidakberesan mereka berbahasa, antara lain, disebabkan oleh
kekurangwibawaan bahasa Indonesia itu sendiri di mata mereka.
Ragam
bahasa Indonesia ragam baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan dengan
bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing, baik itu dalam pergaulan
ataupun ketika mereka sudah masuk dunia kerja. Tuntutan kehidupan modern
telah membelokkan apresiasi para siswa itu terhadap bahasanya sendiri. Bahasa
asing berkesan lebih bergengsi. Pelajaran bahasa Indonesia tak jarang
ditanggapi dengan sikap sinis. Mereka merasa lebih asyik dengan mengikuti
pelajaran bahas Inggris atau mata kuliah lainnya.
Dalam
kehidupan masyarakat umum pun, kinerja bahasa Indonesia memang menunjukkan
kondisi yang semakin tidak menggembirakan. Setelah Badan Bahasa tidak lagi
menunjukkan peran aktifnya, bahasa Indonesia menunjukkan perkembangan ironis.
Bahasa Indonesia digunakan seenaknya sendiri; tidak hanya oleh kalangan
terpelajar, tetapi juga oleh para pejabat.
Seorang
pejabat negara berkata dalam wawancara di televisi, “Content undang-undang tersebut nggak begitu kok. Ada
dua item yang harus kita perhatikan
di dalamnya.” Pejabat tersebut tampaknya merasa dirinya lebih hebat dengan
menggunakan kata content daripada isi atau kata item daripada kata bagian atau
hal.
Penggunaan
bahas yang acak-acakan juga banyak dipelopori oleh kalangan pebisnis. Badan
usaha, pemilik toko, dan pemasang iklan kian pandai menggunakan bahasa asing.
Seorang penguasaha salon lebih merasa bergaya dengan nama usahanya dengan
berlabel Susi Salon daripada Salon Susi atau pengusaha kue lebih
percaya diri dengan tokonya yang bernama Lutfia
Cake daripada Toko Roti Lutfia.
Akan merasa aneh terdengarnya apabila PT Jasa Marga ikut-ikutan menamai
jalan-jalan di Bandung dan di kota-kota lainya, misalnya menjadi Sudirman Jalan, Kartini Jalan,
Soekarno-Hatta Jalan.
|
Tesk
tersebut merupakan salah satu bagian argumen pembicara tentang masalah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar di masyarakat.
c. Penutup (Penegasan Kembali)
Hadirin
yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan hebatnya sebagai “tulang
punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut dengan
kebiasaan seperti itu. Para siswa justru harus menunjukkan kelas tersendiri
dalam hal berbahasa.
Intensitas
para siswa dalam memahami lietaratur-literatur sesungguhnya merupakan sarana
efektif dalam mengakrabi ragam bahas baku. Dari literatur-literatur tersebut
mereka dapat mencontoh tentang cara berpikir, berasa, dan berkomunikasi
dengan bahasa yang lebih logis dan tertata.
Namun,
lain lagi ceritanya kalau yang dikonsumsi itu berupa majalah hiburan yang
penuh dengan gosip. Forum gaulnya berupa komunitas dugem; literatur utamanya koran-koran kuning, jadinay ya..., gitu deh.... Ragam bahasa elu-gue, oh yes... oh no... yang bisa
jadi akan lebih banyak mewarnai.
|
Bagian
tersebut merupakan suatu simpulan, sebagai hasil penalaran dari penjelasan
sebelumnya. Hal ini ditandai oleh kata-kata yang berupa saran-saran yang
disertai pula sejumlah alasan.
B. Kebahasaan Teks Ceramah
1.
Menggunakan
kata ganti orang pertama (tunggal) dan kata ganti orang kedua jamak, sebagai
sapaan.
Kata ganti orang pertama, yakni saya,
aku. Mungkin juga menggunakan kata kami
apabila penceramahnya mengatasnamakan kelompok. Teks ceramah sering kali menggunakan kata sapaan yang ditujukan
pada orang banyak, seperti hadirin,
kalian, bapak-bapak, ibu-ibu, saudara-saudara.
Contoh:
a.
Saudara-saudara yang baik hati,
suatu ketika saya melihat beberapa
orang siswa asyik berjalan di depan sebuah kelas dengan langkahnya yang cukup
membuat orang di sekitarnya merasa bising.
b.
Sangat
beruntung, sekolah saya itu masih
memiliki kelompok siswa yang peduli terdap penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar, padahal kebanyakan sekolah, penggunaan bahasa para siswanya
cenderung lebih tidak terkontrol.
c.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu, prasangka saya waktu itu bukannya tidak memahami akan perlunya ketertiban
berbahasa di lingkungan sekolah.
d.
Saya berkeyakinan bahwa
doktrin tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan benar” telah mereka
peroleh jauh-jauh sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka SD.
e.
Saya melihat
ketidakberesan mereka berbahasa, antara lain, disebabkan oleh kekurangwibawaan
bahasa Indonesia itu sendiri di mata mereka.
f.
Hadirin yang
berbahagia,
kalangan terpelajar dengan julukan hebatnyasebagai “tulang punggung negara,
harapan masa depan bangsa” seharusnya ....
Berdasarkan
temuan tersebut, maka dapat diketahui bahwa kata ganti pertama (tunggal) yang
digunakan adalah kata saya. Kata sapa yang digunakan adalah Saudara-saudara, Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan Hadirin yang berbahagia.
2.
Menggunakan
kata-kata teknis ataupun peistilahan yang berkenaan dengan topik yang dibahas.
Dengan topik tentang masalah kebahasaan yang menjadi fokus pembahasannya. Topik
pembahasan dalam teks tersebut adalah tentang kecenderungan masyarakat tidak
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Maka istilah-istilah yang
digunakan sesuai dengan topik tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Peristiwa
tersebut menggambarkan bahwa ada dua kelompok siswa yang memiliki sikap berbahasa yang berbeda di sekolah
tersebut.
b.
Hal
ini tampak pada ragam bahasa yang
mereka gunakan yang menurut sindiran siswa kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan.
c.
Dari
komentar-komentarnya, kelompok siswa kedua memiliki sikap kritis terhadap kaidah kebahasaan temannya.
d.
Mereka
mengetahui makna kata gua yang benar dalam bahasa Indonesia
adalah ‘Lubang besar pada kaki gurung’.
e. Dengan makna
tersebut, kata gua seharusnya
ditujukan untuk penyebutan nama tempat, seperti Gua Selarong, Gua Jepang, dan seterusnya, bukan kata ganti orang (persona).
f.
Sangat
beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar, padahal kebanyakan sekolah, penggunaan bahasa para siswanya
cenderung lebih tidak terkontrol.
g.
Yang
dominan adalah ragam bahasa pasar
atau bahasa gaul.
h.
Ragam bahasa
Indonesia ragam baku
mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan dengan bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing, baik itu dalam pergaulan ataupun ketika mereka sudah
masuk dunia kerja.
i.
Setelah
Badan Bahasa tidak lagi menunjukkan
peran aktifnya, bahasa Indonesia menunjukkan perkembangan ironis.
j.
Intensitas
para siswa dalam memahami litaratur-literatur
sesungguhnya merupakan sarana efektif dalam mengakrabi ragam bahas baku.
3.
Menggunakan
kata-kata yang menunjukkan hubungan argumentasi (sebab-akibat).
Misalnya, jika... maka, sebab, karena, dengan
demikian, akibatnya, oleh karena itu. Selain itu, dapat pula digunakan
kata-kata yang menyatakan hubungan temporal ataupun perbandingan/pertentangan,
sperti sebelum itu, kemudian, pada
akhirnya, sebaliknya, berbeda halnya, namun.
Contoh:
·
Kata
yang menunjukkan hubungan argumentasi (sebab-akibat)
a.
Saya
melihat ketidakberesan mereka berbahasa, antara lain, disebabkan oleh kekurangwibawaan bahasa Indonesia itu sendiri di
mata mereka.
b.
Forum
gaulnya berupa komunitas dugem;
literatur utamanya koran-koran kuning, jadinya
ya..., gitu deh....
·
Kata
yang menunjukkan hubungan temporal
a.
Saudara-saudara
yang baik hati, suatu ketika saya
melihat beberapa orang siswa asyik berjalan di depan sebuah kelas dengan
langkahnya yang cukup membuat orang di sekitarnya merasa bising.
b.
Ia
kemudian nyeletuk, “Gua apa: Gua Selarong atau Gua Jepang?”
c.
Saya
berkeyakinan bahwa doktrin tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan
benar” telah mereka peroleh jauh-jauh sebelumnya,
sejak SMP atau bahkan sejak mereka
SD.
d.
Setelah Badan Bahasa tidak
lagi menunjukkan peran aktifnya, bahasa Indonesia menunjukkan perkembangan
ironis.
·
Kata
yang menunjukkan hubungan perbandingan/pertentangan
a.
Sangat
beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli terhadap
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, padahal kebanyakan sekolah, penggunaan bahasa para siswanya
cenderung lebih tidak terkontrol.
b.
Ragam
bahasa Indonesia ragam baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan dengan bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing,
baik itu dalam pergaulan ataupun ketika mereka sudah masuk dunia kerja.
c. Pejabat tersebut
tampaknya merasa dirinya lebih hebat dengan menggunakan kata content daripada isi atau kata item daripada kata bagian atau
hal.
d.
Seorang
penguasaha salon lebih merasa bergaya dengan nama usahanya dengan berlabel Susi Salon daripada Salon Susi atau
pengusaha kue lebih percaya diri dengan tokonya yang bernama Lutfia Cake daripada Toko Roti Lutfia.
4.
Menggunakan
kata kerja mental
Kata
kerja mental seperti memprihatinkan,
mengagumkan, menduga, dan lain-lain.
Contoh:
a.
Bapak-bapak
dan Ibu-ibu, prasangka saya waktu itu bukannya tidak memahami akan perlunya ketertiban berbahasa di lingkungan
sekolah.
b.
Saya
berkeyakinan bahwa doktrin tentang
“berbahasa Indonesialah dengan baik dan benar” telah mereka peroleh jauh-jauh
sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka SD.
5.
Menggunakan
kata kerja persuasif
Kata-kata
persuasif seperti hendaklah, sebaiknya,
perlu, dll.
Contoh:
a.
Hadirin
yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan hebatnya sebagai “tulang
punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut dengan kebiasaan seperti itu.
b.
Para
siswa justru harus menunjukkan kelas
tersendiri dalam hal berbahasa.
6.
Menggunakan
kalimat deklaratif dan imperatif.
7.
Penggunaan
kalimat majemuk
Kalimat
majemuk bertingkat adalah kalimat yang memiliki lebih dari satu klausa dan
hubungan antara klausa tidak sederajat. Salah satu klausa ada yang menduduki
induk kalimat, sedangkan unsur yang lain sebagai anak kalimat.
Kalimat
majemuk bertingkat terbagi ke dalam beberapa jenis, antara lain:
a.
Kalimat
majemuk hubungan akibat, ditandai oleh kata penghubung sehingga, sampai-sampai, maka.
Contoh:
·
Ia
terlalu bekerja keras sehingga jatuh
sakit.
·
Penjelasan
diberikan seminggu seklai sehingga
anak-anak dapat mengerjakan tugas-tugas mereka dengan teratur.
b.
Kalimat
majemuk hubungan cara, ditandai oleh kata penghubung dengan.
·
Kejelasan
PSMS Medan berjasil mempertahankan kemenangannya dengan memperkokoh pertahanan mereka.
c.
Kata
majemuk hubungan sangkalan, ditandai oleh konjungsi seolah-olah, seakan-akan.
Contoh.
·
Ia
pun menghapus wajahnya seakan mau
melenyapkan pikirannya yang risau itu.
d.
Kata
majemuk hubungan kenyataan, ditandai oleh konjungsi padahal, sedangkan.
Contoh.
·
Para
tamu sudah siap, sedangkan kita belum
siap.
e.
Kalimat
majemuk hasil, ditandai dngan konjungsi makanya.
Contoh.
·
Tempat
ini licin, makanya Anda jatuh.
f.
Kalimat
majemuk hubungan penjelasan, ditandai oleh kata penghubung yaitu.
Contoh.
·
Kebun
ini telah dibersihkan ayah, yaitu dengan memangkas dan menebang belukar yang
tumbuh di sekitarnya.
g.
Kalimat
majemuk hubungan antributif, ditandai oleh konjungsi yang.
Contoh.
·
Kelompok
pertama adalah mereka yang kurang
memiliki kepedulian terhadap penggunaan bahasa yang baik dan benar.
·
Hal
ini tampak pada ragam bahasa yang mereka
gunakan yang menurut sindiran siswa
kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan.
Tugas 3.6
Bacalah teks ceramah pada LKS halaman 46.
Kerjakan soal berikut secara mandiri!
1. Sebutkan struktur
teks ceramah!
2. Jelaskan struktur
teks ceramah pada LKS halamn 46!
3. Sebutkan ciri
kebahasaan teks ceramah!
4. a. Carilah kata
ganti orang pertama dan kata sapaan dalam teks cermah pada LKS halaman 46!
Buatlah 1 contoh kalimat ceramah dengan kata
ganti orang pertama dan kata sapaan yang kamu temukan!
5. a. Carilah 3 kata-kata
teknis atau peristilahan yang berkenaan dengan topik yang dibahas pada ceramah
di LKS halaman 46! Carilah maknanya!
6. a. Jelaskan yang
dimaksud dengan kalimat majemuk bertingkat!
b.Carilah 1 kalimat majemuk bertingkat pada
teks ceramah LKS halaman 46!
c.Buatlah 1 kalimat majemuk bertingkat!
Bu ini kok yang pada bagian argumen kaya cara percakapan saya sama geryan
BalasHapusitu namanya ragam bahasa tidak baku
HapusBu pidato sama ceramah bedanya ap
BalasHapusBerceramah dapat dilakukan dimanapun Dan Kapanpun / dilakukan di setiap kesempatan. Waktu yang dapat dilakukan yaitu pagi,sore,malam. Tempat yang dapat dilakukanya ceramah yaitu di kelas, rumah, Kantor, lapangan, tempat umum, sekolah.
BalasHapusini judul ceramahnya apa?
BalasHapusXl IPA 4 HADIRR
BalasHapusSMA N1 SEPA
BalasHapusTerima kasih Bu, blognya sangat bermanfaat untuk tugas bahasa Indonesia saya. Saya ijin menggunakan 🙏🙏
BalasHapusBu untuk paragraf ke 3,4,5 apa ya kira kira pikiran pokoknya?
BalasHapusKaidah kaidah yang terkandung didaam teks diatas
BalasHapusOke bu😂😍😘
BalasHapusSaya tidak mengerti dengan yg anda jelaskan ini
BalasHapusIni judul ceramahnya apa?
BalasHapusBuk untuk unsur kebahasaan yang mana yah buk? mohon mmbantuannya saya kurang mengerti buk!
BalasHapusJudulnya apa
BalasHapusBagian penting dari teks biasanya di ambil dari mana dulu buk?
BalasHapusItu judulnya apa bu?
BalasHapusContoh kata sapaan dalam teks ceramah di atas apa ya bu ?
BalasHapus