Selasa, 25 September 2018


Informasi dalam Ceramah

TUGAS 3.5

A.   Berkelompoklah masing-masing 4 siswa!
B.   Setiap siswa wajib memiliki catatan hasil diskusi di buku tulis!
C.   Kumpulkan 1 perwakilan hasil diskusi kalian!
D.   Pergilah ke perpustakaan!
1.    Carilah informasi tentang perbedaan ceramah, pidato, dan kultum!
2.    Catatlah jenis-jenis informasi dari buku paket Bahasa Indonesia kelas XI halaman 81!
3.    Secara garis besar apa gagasan pokok ceramah di LKS halaman 46 tersebut!
4.    Informasi apa yang Anda dapat dari ceramah di LKS halaman 46?
5.    Termasuk jenis informasi apakah ceramah di LKS halaman 46! Jelaskan!
6.    Berdasarkan informasi yang ada pada isi ceramah di LKS halaman 46. Siapakah audiens atau pendengar yangs sesuai Jelaskan pendapat Anda?
7.    Apakah menurut Anda ceramah LKS halaman 46 bisa disampaikan pada kesempatan yang lain? Jelaskan alasan Anda!




Membandingkan Butir-Butir Penting dari Dua Buku Pengayaan Nonfiksi


Tugas 3.10
Kerjakan secara mandiri!
Buatlah laporan hasil membandingkan butir-butir penting dari dua buku pengayaan nonfiksi yang sudah kamu baca!

Format Laporan Membandingkan Butir-butir Penting dari Dua buku Pengayaan Nonfiksi
Pembanding
Buku Pengayaan 1
Buku Pengayaan 2
Judul


Pengarang


Penerbit, tahun terbit


Jenis buku


Tebal buku


Informasi penting
1.    ...
2.    ...
3.    Dst.
1.    ...
2.    ...
3.    Dst.
Komentar terhadap isi buku (tulis sebanyak 1 paragraf)






Butir-Butir Penting Buku Pengayaan Non Fiksi


A.   Pengertian Buku Pengayaan
Buku pengayaan adalah buku bacaan yang berisi pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian. Biasa digunakan sebagai penunjang buku pelajaran.

B.   Penggolongan Buku Pengayaan
1.   Materi
a.    Pengetahuan
b.    Keterampilan
c.    kepribadian
2.   Penyajian
a.    Ilmiah (non fiksi)
b.    Non Ilmiah (fiksi)

C.   Karakteristik Buku Penyajian
a.    Sumber daya berupa fakta (faktual)
b.    Pengembangan materi sesuai dengan keinginan penulis dan tidak berdasarkan kurikulum tertentu.
c.    Menggunakan pola dan bahasa sederhana sehingga mudah dipahami.
d.    Gaya penulisan ragam dalam berbagai bentuk yaitu ragama ilmiah dan ragam non ilmiah.
e.    Menggunakan media bahasa dan gambar.

D.   Ciri-ciri
1. Ciri-Ciri Buku Pengayaan Pengetahuan
          a. Materi faktual (berdasarkan fakta yang terbukti kebenaraannya)
          b. Pengembangan materi disesuaikan dengan disiplin ilmu tertentu.
          c. Penyajiannya dal bentuk materi deskripsi, ilustrasi, dan gambar.
          d. Bahasa yang digunakan ilmiah populer.
2. Ciri-Ciri Buku Pengayaan Keterampilan
          a. Materi faktual.
          b. Pengembangan materi melakukan sesuatu yang bjsa dilakukan.
          c. Penyajiannya dalam bentuk narasi/deskripsi , gambar.
          d. Bahasa yang digunakan prosedur/teknis.
3. Ciri-Ciri Buku Pengayaan Kepribadian
a.    Faktual dan imajinatif.
b.    Pengembangan materi memperkaya kepribadian
c.    Penyajiannya dalam bentuk deskripsi, novel, cerpen, roman, dan cerita bergambar.
d.    Bahasa figuratif

E.   Butir-butir Penting Buku Pengayaan
a.    Judul
b.    Nama pengarang
c.    Penerbit
d.    Manfaat penulisan buku
e.    Ringkasan buku
f.     Keunggulan buku
g.    Kelemahan buku
h.    Kesimpulan
Format Laporan Prabaca

Judul
:
Pengarang
:
Penerbit, tahun terbit
:
Jenis buku
:
Tebal buku
:
Pertanyaan sebelum membaca
  1. ....

  1. ....

  1. ....

  1. ....

  1. ....


Format Laporan membaca buku
Judul

Pengarang

Penerbit, tahun terbit

Jenis buku

Tebal buku

No.
Bab
Informasi Penting
1.
I

2.
II

3.
III

4.
Dst.

Komentar Terhadap Isi Buku


Tugas 3.7
A.   Kerjakan soal berikut ini secara mandiri!
B.    Kerjakan LKS halaman 58!

Tugas 4.7
A.   Kerjakan secara mandiri!
B.    Buatlah laporan kegiatan prabaca dari 1 buku non fiksi dengan format seperti pada buku paket halaman 3!
C.   Kumpulkan laporan membaca buku nonfiksimu dari 1 buah buku nonfiksi dengan format seperti pada buku paket halaman 6!


Minggu, 23 September 2018

Struktur Teks dan Unsur Kebahasaan Teks Ceramah

Menganalisis isi, struktur, dan kebahasaan dalam Teks Ceramah



Bacalah contoh teks ceramah berikut ini!
Saudara-saudara yang baik hati, suatu ketika saya melihat beberapa orang siswa asyik berjalan di depan sebuah kelas dengan langkahnya yang cukup membuat orang di sekitarnya merasa bising. Terdengar percakapan di antara mereka yang kira-kira begini, “Punya gua kering hilang.” Terdengar pula sahutan salah seorang mereka, “Lho, kalau punya gua, sama elu kemanain?

Tak menyangka, salah seorang siswa di samping saya juga memperhatikan percakapan mereka. Ia kemudian nyeletuk, “Gua apa: Gua Selarong atau Gua Jepang?” Beberapa siswa yang mendengarnya tertawa kecil. Di antara mereka ada yang berbisik, “Serasa di Terminal Kampung Rambutan, ye....”

Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa ada dua kelompok siswa yang memiliki sikap berbahasa yang berbeda di sekolah tersebut. Kelompok pertama adalah mereka yang kurang memiliki kepedulian terhadap penggunaan bahada yang baik dan benar. Hal ini tampak pada ragam bahasa yang mereka gunakan yang menurut sindiran siswa kelompok keua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan. Bahasanya orang-orang Betawi.

Dari komentar-komentarnya, kelompok siswa edua memiliki sikap kritis terhadap kaidah kebahasaan temannya. Mereka mengetahui makan gua yang benar dalam bahasa Indonesia adalah ‘Lubang besar pada kaki gurung’. Dengan makna tersebut, kaat gua seharusnya ditujukan untuk penyebutan nama tempat, seperti Gua Selarong, Gua Jepang, dan seterusnya, bukan kata ganti orang (persona).

Sangat beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli terdap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, padahal kebanyakan sekolah, penggunaan bahasa para siswanya cenderung lebih tidak terkontrol. Yang dominan adalah ragam bahasa pasar atau bahasa gaul. Yang banyak terdengar adalah pilihan kata elu-gua.

Bapak-bapak dan Ibu-ibu, prasangka saya waktu itu bukannya tidak memahami akan perlunya ketertiban berbahasa di lingkungan sekolah. Saya berkeyakinan bahwa doktrin tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan benar” telah mereka peroleh jauh-jauh sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka SD. Saya melihat ketidakberesan mereka berbahasa, antara lain, disebabkan oleh kekurangwibawaan bahasa Indonesia itu sendiri di mata mereka.

Ragam bahas Indonesia ragam baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan dengan bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing., baik itu dalam pergaulan ataupun ketika mereka sudah masuk dunia kerja. Tuntutan kehidupan modern telah membelokkan apresiasi para siswa itu terhadap bahanya sendiri. Bahasa asing berkesan lebih bergengsi. Pelajaran bahasa Indonesia tak jarang ditanggapi dengan sikap sinis. Mereka merasa lebih asyik dengan mengikuti pelajaran bahas Inggris atau mata kuliah lainnya.

Dalam kehidupan masyarakat umum pun, kinerja bahasa Indonesia memang menunjukkan kondisi yang semakin tidak menggembirakan. Setelah Badan Bahasa tidak lagi menunjukkan peran aktifnya, bahasa Indonesia menunjukkan perkembangan ironis. Bahasa Indonesia digunakan seenaknya sendiri; tidak hanya oleh kalangan terpelajar, tetapi juga oleh para pejabat .

Seorang pejabat negara berkata daam wawancara di televisi, “Content undang-undang tersebut nggak begitu kok. Ada dua item yang harus kita perhatikan di dalamnya.” Pejabat tersebut tampaknya merasa dirinya lebih hebat dengan menggunakan kata content daripada isi atau kata item daripada kata bagian atau hal.

Penggunaan bahas yang acak-acakan juga banyakdipelopori oleh kalangan pebisnis. Badan usaha, pemilik toko, dan pemasang iklan kian pandai menggunakan bahasa asing. Seorang penguasaha salon lebih merasa bergaya dengan nama usahanya dengan berlabel Susi Salon daripada Salon Susi atau pengusaha kue lebih percaya diri dengan tokonya yang bernama Lutfia Cake daripada Toko Roti Lutfia. Akan merasa aneh terdengarnya apabila PT Jasa Marga ikut-ikutan menamai jalan-jalan di Bandung dan di kota-kota lainya, misalnya menjadi Sudirman Jalan, Kartini Jalan, Soekarno-Hatta Jalan.

Hadirin yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan hebatnyasebagai “tulang punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut dengan kebiasaan seperti itu. Para siswa justru harus menunjukkan kelas tersendiri dalam hal berbahasa.

Intensitas para siswa dalam memahami lietarstur-literatur sesungguhnya merupakan sarana efektif dalam engakrabi ragam bahas baku. Dar literatur-literatur tersebut mereka dapat mencontoh tentang cara berpikir, berasa, dan berkomunikasi dengan bahasa yang lebih logis dan tertata.
Namun, lain lagi ceritanya kalau yang dikonsumsi itu berupa majalah hiburan yang penuh dengan gosip. Forum gaulnya berupa komunitas dugem; literatur utamanya koran-koran kuning, jadinay ya..., gitu deh.... Ragam bahasa elu-gue, oh yes... oh no... yang bisa jadi akan lebih banyak mewarnai.

Dikutip dari Buku Paket Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelass XI



A.   Struktur Teks Ceramah
1.   Pembuka
Berupa pengenaan isu, masalah, ataupun pandangan pembicara tentang topik yang akan dibahanya. Bagian ini sama dengan isi dalam teks eksposisi, yang disebut dengan isu.
2.   Isi
Berupa argume pembicara barkaitan dengan pendahuluan atau tesis. Pada bagian ini dikemukakan pula sejumlah fakta yang memperkuat argumen-argumen pembicara.
3.   Penutup
Berupa penegasan kembali atas pertanyaan-pertanyaan sebelumnya.

Contoh analisis struktur teks
a.   Pendahuluan
Saudara-saudara yang baik hati, suatu ketika saya melihat beberapa orang siswa asyik berjalan di depan sebuah kelas dengan langkahnya yang cukup membuat orang di sekitarnya merasa bising. Terdengar percakapan di antara mereka yang kira-kira begini, “Punya gua kering hilang.” Terdengar pula sahutan salah seorang mereka, “Lho, kalau punya gua, sama elu kemanain?

Tak menyangka, salah seorang siswa disamping saya juga memperhatikan percakapan mereka. Ia kemudian nyeletuk, “Gua apa: Gua Selarong atau Gua Jepang?”
Beberapa siswa yang mendengarnya tertawa kecil. Di antara mereka ada yang berbisik, “Serasa di Terminal Kampung Rambutan, ye....”

Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa ada dua kelompok siswa yang memiliki sikap berbahasa yang berbeda di sekolah tersebut. Kelompok pertama adalah mereka yang kurang memiliki kepedulian terhadap penggunaan bahasa yang baik dan benar. Hal ini tampak pada ragam bahasa yang mereka gunakan yang menurut sindiran siswa kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan. Bahasanya orang-orang Betawi.

Dari komentar-komentarnya, kelompok siswa kedua memiliki sikap kritis terhadap kaidah kebahasaan temannya. Mereka mengetahui makna kata gua yang benar dalam bahasa Indonesia adalah ‘Lubang besar pada kaki gurung’. Dengan makna tersebut, kata gua seharusnya ditujukan untuk penyebutan nama tempat, seperti Gua Selarong, Gua Jepang, dan seterusnya, bukan kata ganti orang (persona).

Sangat beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, padahal kebanyakan sekolah, penggunaan bahasa para siswanya cenderung lebih tidak terkontrol. Yang dominan adalah ragam bahasa pasar atau bahasa gaul. Yang banyak terdengar adalah pilihan kata elu-gua.
Bagian terebut mengenalkan permasalahan utama (tesis), yakni tentang pengunaan ragam bahasa Indonesia di kalangan pelajar.

b.   Isi (Rangkian Argumen)
Bapak-bapak dan Ibu-ibu, prasangka saya waktu itu bukannya tidak memahami akan perlunya ketertiban berbahasa di lingkungan sekolah. Saya berkeyakinan bahwa doktrin tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan benar” telah mereka peroleh jauh-jauh sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka SD. Saya melihat ketidakberesan mereka berbahasa, antara lain, disebabkan oleh kekurangwibawaan bahasa Indonesia itu sendiri di mata mereka.

Ragam bahasa Indonesia ragam baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan dengan bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing, baik itu dalam pergaulan ataupun ketika mereka sudah masuk dunia kerja. Tuntutan kehidupan modern telah membelokkan apresiasi para siswa itu terhadap bahasanya sendiri. Bahasa asing berkesan lebih bergengsi. Pelajaran bahasa Indonesia tak jarang ditanggapi dengan sikap sinis. Mereka merasa lebih asyik dengan mengikuti pelajaran bahas Inggris atau mata kuliah lainnya.

Dalam kehidupan masyarakat umum pun, kinerja bahasa Indonesia memang menunjukkan kondisi yang semakin tidak menggembirakan. Setelah Badan Bahasa tidak lagi menunjukkan peran aktifnya, bahasa Indonesia menunjukkan perkembangan ironis. Bahasa Indonesia digunakan seenaknya sendiri; tidak hanya oleh kalangan terpelajar, tetapi juga oleh para pejabat.

Seorang pejabat negara berkata dalam wawancara di televisi, “Content undang-undang tersebut nggak begitu kok. Ada dua item yang harus kita perhatikan di dalamnya.” Pejabat tersebut tampaknya merasa dirinya lebih hebat dengan menggunakan kata content daripada isi atau kata item daripada kata bagian atau hal.

Penggunaan bahas yang acak-acakan juga banyak dipelopori oleh kalangan pebisnis. Badan usaha, pemilik toko, dan pemasang iklan kian pandai menggunakan bahasa asing. Seorang penguasaha salon lebih merasa bergaya dengan nama usahanya dengan berlabel Susi Salon daripada Salon Susi atau pengusaha kue lebih percaya diri dengan tokonya yang bernama Lutfia Cake daripada Toko Roti Lutfia. Akan merasa aneh terdengarnya apabila PT Jasa Marga ikut-ikutan menamai jalan-jalan di Bandung dan di kota-kota lainya, misalnya menjadi Sudirman Jalan, Kartini Jalan, Soekarno-Hatta Jalan.
Tesk tersebut merupakan salah satu bagian argumen pembicara tentang masalah  penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di masyarakat.

c.    Penutup (Penegasan Kembali)
Hadirin yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan hebatnya sebagai “tulang punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut dengan kebiasaan seperti itu. Para siswa justru harus menunjukkan kelas tersendiri dalam hal berbahasa.

Intensitas para siswa dalam memahami lietaratur-literatur sesungguhnya merupakan sarana efektif dalam mengakrabi ragam bahas baku. Dari literatur-literatur tersebut mereka dapat mencontoh tentang cara berpikir, berasa, dan berkomunikasi dengan bahasa yang lebih logis dan tertata.

Namun, lain lagi ceritanya kalau yang dikonsumsi itu berupa majalah hiburan yang penuh dengan gosip. Forum gaulnya berupa komunitas dugem; literatur utamanya koran-koran kuning, jadinay ya..., gitu deh.... Ragam bahasa elu-gue, oh yes... oh no... yang bisa jadi akan lebih banyak mewarnai.
Bagian tersebut merupakan suatu simpulan, sebagai hasil penalaran dari penjelasan sebelumnya. Hal ini ditandai oleh kata-kata yang berupa saran-saran yang disertai pula sejumlah alasan.

B.   Kebahasaan Teks Ceramah
1.    Menggunakan kata ganti orang pertama (tunggal) dan kata ganti orang kedua jamak, sebagai sapaan.

     Kata ganti orang pertama, yakni saya, aku. Mungkin juga menggunakan kata kami apabila penceramahnya mengatasnamakan kelompok. Teks ceramah sering kali menggunakan kata sapaan yang ditujukan pada orang banyak, seperti hadirin, kalian, bapak-bapak, ibu-ibu, saudara-saudara.

Contoh:
a.    Saudara-saudara yang baik hati, suatu ketika saya melihat beberapa orang siswa asyik berjalan di depan sebuah kelas dengan langkahnya yang cukup membuat orang di sekitarnya merasa bising.

b.    Sangat beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli terdap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, padahal kebanyakan sekolah, penggunaan bahasa para siswanya cenderung lebih tidak terkontrol.

c.    Bapak-bapak dan Ibu-ibu, prasangka saya waktu itu bukannya tidak memahami akan perlunya ketertiban berbahasa di lingkungan sekolah.

d.    Saya berkeyakinan bahwa doktrin tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan benar” telah mereka peroleh jauh-jauh sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka SD.

e.    Saya melihat ketidakberesan mereka berbahasa, antara lain, disebabkan oleh kekurangwibawaan bahasa Indonesia itu sendiri di mata mereka.

f.     Hadirin yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan hebatnyasebagai “tulang punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya ....

Berdasarkan temuan tersebut, maka dapat diketahui bahwa kata ganti pertama (tunggal) yang digunakan adalah kata saya. Kata sapa yang digunakan adalah Saudara-saudara, Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan Hadirin yang berbahagia.

2.    Menggunakan kata-kata teknis ataupun peistilahan yang berkenaan dengan topik yang dibahas.
    Dengan topik tentang masalah kebahasaan yang menjadi fokus pembahasannya. Topik pembahasan dalam teks tersebut adalah tentang kecenderungan masyarakat tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Maka istilah-istilah yang digunakan sesuai dengan topik tersebut adalah sebagai berikut.

a.    Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa ada dua kelompok siswa yang memiliki sikap berbahasa yang berbeda di sekolah tersebut.

b.    Hal ini tampak pada ragam bahasa yang mereka gunakan yang menurut sindiran siswa kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan.

c.    Dari komentar-komentarnya, kelompok siswa kedua memiliki sikap kritis terhadap kaidah kebahasaan temannya.

d.    Mereka mengetahui makna kata gua yang benar dalam bahasa Indonesia adalah ‘Lubang besar pada kaki gurung’.

e.   Dengan makna tersebut, kata gua seharusnya ditujukan untuk penyebutan nama tempat, seperti Gua Selarong, Gua Jepang, dan seterusnya, bukan kata ganti orang (persona).

f.     Sangat beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, padahal kebanyakan sekolah, penggunaan bahasa para siswanya cenderung lebih tidak terkontrol.

g.    Yang dominan adalah ragam bahasa pasar atau bahasa gaul.

h.    Ragam bahasa Indonesia ragam baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan dengan bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing, baik itu dalam pergaulan ataupun ketika mereka sudah masuk dunia kerja.

i.     Setelah Badan Bahasa tidak lagi menunjukkan peran aktifnya, bahasa Indonesia menunjukkan perkembangan ironis.

j.     Intensitas para siswa dalam memahami litaratur-literatur sesungguhnya merupakan sarana efektif dalam mengakrabi ragam bahas baku.

3.    Menggunakan kata-kata yang menunjukkan hubungan argumentasi (sebab-akibat).
     Misalnya, jika... maka, sebab, karena, dengan demikian, akibatnya, oleh karena itu. Selain itu, dapat pula digunakan kata-kata yang menyatakan hubungan temporal ataupun perbandingan/pertentangan, sperti sebelum itu, kemudian, pada akhirnya, sebaliknya, berbeda halnya, namun.

Contoh:
·         Kata yang menunjukkan hubungan argumentasi (sebab-akibat)
a.    Saya melihat ketidakberesan mereka berbahasa, antara lain, disebabkan oleh kekurangwibawaan bahasa Indonesia itu sendiri di mata mereka.

b.    Forum gaulnya berupa komunitas dugem; literatur utamanya koran-koran kuning, jadinya ya..., gitu deh....

·         Kata yang menunjukkan hubungan temporal
a.    Saudara-saudara yang baik hati, suatu ketika saya melihat beberapa orang siswa asyik berjalan di depan sebuah kelas dengan langkahnya yang cukup membuat orang di sekitarnya merasa bising.

b.    Ia kemudian nyeletuk, “Gua apa: Gua Selarong atau Gua Jepang?”

c.    Saya berkeyakinan bahwa doktrin tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan benar” telah mereka peroleh jauh-jauh sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka SD.

d.    Setelah Badan Bahasa tidak lagi menunjukkan peran aktifnya, bahasa Indonesia menunjukkan perkembangan ironis.

·         Kata yang menunjukkan hubungan perbandingan/pertentangan
a.    Sangat beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, padahal kebanyakan sekolah, penggunaan bahasa para siswanya cenderung lebih tidak terkontrol.

b.    Ragam bahasa Indonesia ragam baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan dengan bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing, baik itu dalam pergaulan ataupun ketika mereka sudah masuk dunia kerja.

c.    Pejabat tersebut tampaknya merasa dirinya lebih hebat dengan menggunakan kata content daripada isi atau kata item daripada kata bagian atau hal.

d.    Seorang penguasaha salon lebih merasa bergaya dengan nama usahanya dengan berlabel Susi Salon daripada Salon Susi atau pengusaha kue lebih percaya diri dengan tokonya yang bernama Lutfia Cake daripada Toko Roti Lutfia.


  
4.    Menggunakan kata kerja mental
Kata kerja mental seperti memprihatinkan, mengagumkan, menduga, dan lain-lain.
Contoh:

a.    Bapak-bapak dan Ibu-ibu, prasangka saya waktu itu bukannya tidak memahami akan perlunya ketertiban berbahasa di lingkungan sekolah.

b.    Saya berkeyakinan bahwa doktrin tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan benar” telah mereka peroleh jauh-jauh sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka SD.

5.    Menggunakan kata kerja persuasif
Kata-kata persuasif seperti hendaklah, sebaiknya, perlu, dll.
Contoh:

a.    Hadirin yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan hebatnya sebagai “tulang punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut dengan kebiasaan seperti itu.

b.    Para siswa justru harus menunjukkan kelas tersendiri dalam hal berbahasa.

6.    Menggunakan kalimat deklaratif dan imperatif.

7.    Penggunaan kalimat majemuk
Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang memiliki lebih dari satu klausa dan hubungan antara klausa tidak sederajat. Salah satu klausa ada yang menduduki induk kalimat, sedangkan unsur yang lain sebagai anak kalimat.

Kalimat majemuk bertingkat terbagi ke dalam beberapa jenis, antara lain:

a.    Kalimat majemuk hubungan akibat, ditandai oleh kata penghubung sehingga, sampai-sampai, maka.

Contoh:
·         Ia terlalu bekerja keras sehingga jatuh sakit.
·         Penjelasan diberikan seminggu seklai sehingga anak-anak dapat mengerjakan tugas-tugas mereka dengan teratur.

b.    Kalimat majemuk hubungan cara, ditandai oleh kata penghubung dengan.
·         Kejelasan PSMS Medan berjasil mempertahankan kemenangannya dengan memperkokoh pertahanan mereka.

c.    Kata majemuk hubungan sangkalan, ditandai oleh konjungsi seolah-olah, seakan-akan.
Contoh.
·         Ia pun menghapus wajahnya seakan mau melenyapkan pikirannya yang risau itu.

d.    Kata majemuk hubungan kenyataan, ditandai oleh konjungsi padahal, sedangkan.
Contoh.
·         Para tamu sudah siap, sedangkan kita belum siap.

e.    Kalimat majemuk hasil, ditandai dngan konjungsi makanya.
Contoh.
·         Tempat ini licin, makanya Anda jatuh.

f.     Kalimat majemuk hubungan penjelasan, ditandai oleh kata penghubung yaitu.
Contoh.
·         Kebun ini telah dibersihkan ayah, yaitu dengan memangkas dan menebang belukar yang tumbuh di sekitarnya.

g.    Kalimat majemuk hubungan antributif, ditandai oleh konjungsi yang.
Contoh.
·         Kelompok pertama adalah mereka yang kurang memiliki kepedulian terhadap penggunaan bahasa yang baik dan benar.
·         Hal ini tampak pada ragam bahasa yang mereka gunakan yang menurut sindiran siswa kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan.


Tugas 3.6
Bacalah teks ceramah pada LKS halaman 46. Kerjakan soal berikut secara mandiri!
1.    Sebutkan struktur teks ceramah!
2.    Jelaskan struktur teks ceramah pada LKS halamn 46!
3.    Sebutkan ciri kebahasaan teks ceramah!
4.    a. Carilah kata ganti orang pertama dan kata sapaan dalam teks cermah pada LKS halaman 46!
Buatlah 1 contoh kalimat ceramah dengan kata ganti orang pertama dan kata sapaan yang kamu temukan!
5.    a. Carilah 3 kata-kata teknis atau peristilahan yang berkenaan dengan topik yang dibahas pada ceramah di LKS halaman 46! Carilah maknanya!
6.    a. Jelaskan yang dimaksud dengan kalimat majemuk bertingkat!
b.Carilah 1 kalimat majemuk bertingkat pada teks ceramah LKS halaman 46!
c.Buatlah 1 kalimat majemuk bertingkat!


Informasi dalam Ceramah TUGAS 3.5 A.    Berkelompoklah masing-masing 4 siswa! B.    Setiap siswa wajib memiliki catatan hasil di...